Sabtu, 11 Juni 2011

ZAKAT DALAM PERSPEKTIF KEKINIAN



ZAKAT DALAM PERSPEKTIF KEKINIAN

Salah satu musuh Islam adalah kemiskinan, Al-Qur’an mengatakan;“Apakah engkau tahu siapakah pendusta agama? Mereka adalah yang menelantarkan anak yatim dan tidak peduli terhadap fakir miskin.” (Qs. Al-Mâ‘ûn [107]: 1-3)
Rasulullah saw. juga pernah memberi ultimatum seraya bersabda bahwa tidak beriman seseorang, dimana ia tidur dengan kekenyangan, tetapi tetangganya kelaparan.  Imam Ali bin Abi Thalib, juga mewanti-wanti akan bahaya kemiskinan dan menyebutnya sebagai instrumen yang dapat menjerumus kan pada kekufuran.
Dalam kaitan ini, konsep zakat, sejatinya menjadi pilihan solutif bagi pengentasan kemiskinan, karena zakat memiliki dimensi yang sangat luas, ia tidak saja memiliki dimensi keillahiaan akan tetapi juga memiliki dimensi sosial keumatan. 
Zakat menjadi bukti bahwa Islam bukanlah agama yang melupakan kehidupan dunia. Perintah melaksanakan zakat banyak dijumpai dalam al-Qur’an,"Dan laksanakanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan taatlah kepada Rasul Muhammad agar kamu diberi rahmat". (Qs.An-Nûr  [24]: 56)
Dengan demikian nampak jelas bahwa persoalan yang dihadapi Umat Islam sangat kompleks, tidak hanya masalah kuantitas umat miskin, keterbelakangan dan kesenjangan sosial akan tetapi juga masalah manhajul fikri (kerangka berfikir)  umat Islam khususnya tentang Pemahaman terhadap nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran Ibadah zakat sebagai pilihan untuk mengentaskan kemiskinan.
Akibatnya zakat sekadar menjadi, apa yang disebut  ibadah mahdhah, privacy, dan bernuansa orang-perorang. dalam arti telah terjadi pergeseran makna, dari suatu ajaran yang luas dan mendalam, pada akhirnya zakat menjadi ajaran yang sempit, khususnya tentang pemahaman terhadap sumber-sumber zakat, pendistribusian dan pengelolaan harta zakat
Berdasarkan UU.RI No;38/1999 tentang Pengelolaan Zakat, PP No:18 /2009 Tentang Bantuan atau Sumbangan termasuk Zakat atau Sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib yang dikecuali kan dari Obyek Pajak Penghasilan dan UU.RI.No;36/2008 Tentang Perubahan keempat atas UU.RI No;7/1983 tentang Pajak Penghasilan, Membuktikan bahwa setelah melalui perjalanan dan perjuangan yang panjang, umat Islam mampu memposisikan zakat dari wacana fikih ke wacana hukum nasional, dalam arti zakat masuk dalam tata perundang-undangan negara Republik Indonesia, sekaligus sebagai bentuk pengakuan dan tantangan tentang Zakat sebagai konsep ekonomi Islam .



TAUSIYAH

JIWA & HARTANYA DIBELI DENGAN SORGA
Oleh;Drs.H.Gufron Prayitno Syam,MSi

Betulkah Allah swt. akan membeli jiwa dan harta seseorang dengan surganya,? Pertanyaan ini muncul didasarkan atas Firman Allah swt “ Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin, diri  dan harta mereka dengan memberikan sorga untuk mereka” (Q.s Attaubah ayat 111) Dan Allah selalu menepati janjinya, sehingga jual beli itu pasti terjadi
Pertanyaan selanjutnya adalah siapakah yang jiwa dan hartanya akan dibeli oleh Allah dengan surge? Jawabnya adalah Orang mukmin yaitu; orang yang percaya kepada Allah, tidak menyekutukannya, percaya adanya hari pembalasan, bahwa Allah akan membalas kebaikan dengan kebaiikan, walaupun kebaiikan itu seberat atom, demikian pula sebaliknya Allah akan membalas kejahatan seseorang dengan siksa api neraka, walupun itu hanya seberat atom, disinilah Allah akan membuktikan kemaha adilannya.
Apa itu kebajikan? Allah swt berfirman : “.akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta, dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat ; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah yang benar-benar (imannya) dan mereka itulah orang-orang yang bertaqwa.” (Q.s.Albaqoroh ayat 177)
Sebentar lagi akan memasuki bulan Dzul Hijjah 1431 H. yang didalamnya ada peristiwa besar oleh Allah swt diabadikan menjadi Ibadah Haji, Idul Adha yang lebih popular dikalangan muslim Indonesia dengan sebutan bulan haji, hari raya qurban dsb. Hal ini mengingatkan terhadap pengurbanan Nabiyullah Ibrahim As. untuk mentaati perintah Allah Swt. Beliau mendapat wahyu harus menyembelih anaknya yang sangat dicintai Nabi Ismail As.
Ini merupakan suritauladan, betapa berat ujian bagi seorang mukmin yang akan mendapatkan surge sebagai imbalannya, ia harus mampu menghadapi bujukan rayuan syaithan yang tidak henti-hentinya menggoda, agar perintah perintah Allah swt tidak ditaati, syaithan musuh bebuyutan Nabi Adam As. hingga anak cucu keturunannya, syetan selalu mengajak kemaksiatan dan kemungkaran, serta menghalang-halangi agar Adam beserta anak cucu keturunannya tidak melakukan kebaikan dan mentaati perintah Tuhan.
Hal ini disimbolkan dalam ibadah haji dengan melempar jumrah, tidak hanya sekali atau dua kali, tapi sampai 70 kali bagi yang nafar tsani dan 49 bagi yang nafar awwal.Untuk itu waspadalah terhadap bujukan syetan kita harus selalu tafakur dan minta hidayah dan inayah Allah agar selamat dari bujukan sethan. Insya Allah bila kita mampu mengantisipasi bujukan dan rayuan syithan, akan merasa ringan untuk berkorban dengan jiwa dan harta untuk memperoleh sorga Allah SWT Amin.


TANGGAL : 2 NOVEMBER 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar