Sabtu, 11 Juni 2011

HARTA WAJIB ZAKAT*



HARTA WAJIB ZAKAT*

Perintah melaksanakan zakat didalam Al-quran tidak dirinci secara pasti tentang harta/ kekayaan yang wajib dizakati dan persyaratan yang harus dipenuhi oleh muzaki (wajib zakat), sehingga muncul perdebatan ketika menyangkut hal-hal yang tidak dijelaskan oleh Al quran. Sejatinya rincian penjelasan pelaksanaan ibadah zakat tersebut diserahkan kepada sunnah Nabi Muhammad SAW; baik dalam bentuk Ucapan, Perbuatan maupun Ketetapan.
Harta/Kekayaan dalam bahasa arab disebut “amwal” bentuk jamak dari kata “mal” berarti “segala sesuatu yang diinginkan sekali oleh manusia menyimpan dan memilikinya”. Menurut Madzhab Hanafi harta/kekayaan adalah; segala yang dapat dipunyai dan digunakan serta dapat diambil manfaatnya; misalnya tanah, binatang, barang perlengkapan dan uang. Imam Syafi’i, Imam Maliki dan Imam Hambali termasuk ulama yang sepakat; bahwa manfaat itu juga termasuk kekayaan. Dengan demikian kekayaan yang wajib dizakati adalah:(1) Emas dan Perak Firman Allah dalam Q.S.At-Taubah ayat,34. (2) Tanaman dan Buah-buahan. Q.S. Al-An’am ayat 141. (3) Usaha seperti dagang dan lainnya. Q.S.Al-Baqoroh ayat,167. (4) Barang Tambang yang dikeluarkan dari perut bumi. Q.S.Al-Baqoroh ayat,167 dan (5) Al-Quran memberikan rumusan yang sangat global (umum) dengan kata amwal “kekayaan” seperti Q.S. At-Taubah ayat,103 dan Q.s. Adz-Dzariat ayat,19,sehingga sangat dibutuhkan kehadiran As-sunah untuk menjelaskan dan memahami serta melaksanakan zakat secara proporsional. Berangkat dari definisi “amwal” diatas dan berpedoman pada Sunnah Nabi, maka yang termasuk harta wajib zakat antara lain adalah: Binatang Ternak, Jasa dan barang/harta/kekayaan yang dapat berkem bang /dikembangkan dll.
Syarat harta/kekayaan wajib zakat;
1.     Milik Penuh yaitu harta/kekayaan harus berada dibawah kontrol kekuasaannya, tidak ada hak orang lain dalam harta/kekayaan tersebut, sehingga ia dapat menggunakan dan mengambil serta menikmati manfaatnya
2.     Berkembang yaitu harta/kekayaan yang dapat berkembang/bertambah atau mempunyai potensi untuk dikembangkan seperti; harta yang dapat memberikan keuntungan, bunga, pendapatan/pemasukan dll.
3.     Cukup Senisop yaitu jumlah tertentu dari harta/kekayaan,misalnya emas, nisopnya sebanyak 85 gram dan harta/kekayaan yang lain memiliki jumlah ukuran (nisop) sendiri sendiri dst
4.     Lebih dari kebutuhan hidup biasa/normal/standart
5.     Bebas dari hutang
6.     Dimiliki selama setahun, persyaratan dimiliki setahun untuk kekayaan yang berupa; ternak, uang dan harta benda dagangan dll, sedangkan untuk hasil pertanian, madu, barang temuan dsb. tidak disyaratkan harus dimiliki selama setahun
Berangkat dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa harta/kekayaan yang harus dizakati adalah: Emas, Perak, Harta/Kekayaan Perdagangan, Pertanian, Madu, Produksi Hewani, Barang tambang, Hasil laut, Investasi Pabrik, Gedung, Profesi, Saham, Obligasi. Uang dll.




TAUSIYAH

 Praktek Perbankan Konvensional dan Syariah
Oleh. Arief Muhaimin, ST


        Sejak tahun 1995, di Indonesia telah beroperasi 2 sistem perbankan yakni Bank Umum (baca: konvensional) dan Bank Syariah. Perbedaan yang mendasar antara bank syariah dengan bank konvensional, antara lain :
1 .Perbedaan Falsafah
Bank Syariah tidak melaksanakan sistem bunga (Interest) dalam seluruh aktivitasnya sedangkan Bank Kovensional justru kebalikannya. Hal inilah yang menjadi perbedaan yang sangat mendalam terhadap produk-produk yang dikembangkan oleh Bank Syariah, dimana untuk menghindari sistem bunga maka sistem yang dikembangkan adalah jual beli serta kemitraan yang dilaksanakan dalam bentuk bagi hasil. Dengan demikian sebenarnya semua jenis transaksi perniagaan melalui bank syariah diperbolehkan asalkan tidak mengandung unsur bunga (riba). Riba secara sederhana berarti sistem bunga berbunga atau compound interest dalam semua prosesnya
2. Konsep Pengelolaan Dana Nasabah.
Dalam sistem bank syariah dana nasabah dikelola dalam bentuk titipan maupun investasi. Cara titipan dan investasi jelas berbeda dengan deposito pada bank konvensional dimana deposito merupakan upaya membungakan uang. Konsep dana titipan berarti kapan saja si nasabah membutuhkan, maka bank syariah harus dapat memenuhinya, akibatnya dana titipan menjadi sangat likuid. Likuiditas yang tinggi inilah membuat dana titipan kurang memenuhi syarat suatu investasi yang membutuhkan pengendapan dana. Karena pengendapan dananya tidak lama alias cuma titipan maka bank boleh saja tidak memberikan imbal hasil. Sedangkan jika dana nasabah tersebut diinvestasikan, maka karena konsep investasi adalah usaha yang menanggung risiko, artinya setiap kesempatan untuk memperoleh keuntungan dari usaha yang dilaksanakan, didalamnya terdapat pula risiko untuk menerima kerugian, maka antara nasabah dan banknya sama-sama saling berbagi baik keuntungan maupun risiko.
 Bagaimana Nasabah Mendapat Keuntungan
Bentuk imbalan terhadap nasabah, bank konvensional membayar bunga kepada nasabahnya, maka bank syariah membayar bagi hasil keuntungan sesuai dengan kesepakatan. Kesepakatan bagi hasil ini ditetapkan dengan suatu angka ratio bagi hasil atau nisbah. Nisbah antara bank dengan nasabahnya ditentukan di awal, misalnya ditentukan porsi masing-masing pihak 60:40, yang berarti atas hasil usaha yang diperolah akan didisitribusikan sebesar 60% bagi nasabah dan 40% bagi bank.


TANGGAL : 5 FEBRUARI 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar