TAUSIYAH


Sisilain bermaaf-maafan.

Selain membuat hubungan lebih baik dan hati lebih tenang, ternyata bermaafan terbukti bisa bikin kita menjadi sehat. Menurut sebuah artikel yanag di tulis Harvard Women Health Watch bahwa memaafkan orang yang melukai kita bisa membuat keadaan mental dan fisik menjadi lebih baik. Setidaknya ada lima alasan yang mendasarinya:

Mengurangi rasa stress
Peneliti menemukan dendam yang selalu di simpan, secara mental dapat membuat ketegangan atau tekanan yang dapat menyebabkan setres. Tubuhpun bereaksi. Otot-otot menegang, tekanan darah meningkat, dan keringat berlebihan. Apa gunanya selalu menympan amarah dalam hati. Daripada anda menyimpannya dan jadi penyakit, kini saatnya saling memaafkan.

Kesehatan Jantung Membaik
Sebuah study menemukan bahwa memaafkan seseorang yang telah berkhianat itu memperbaiki tekanan darah dan detak jantung. Semakin rendah tingkat amarah akan bertambah pula fungsi kerja jantung anda.

Hubungan yang Lebih Kuat
Study pada tahun 2004 menunjukkan bahwa wanita yang selalu memaafkan dan bermurah hati terhadap pasangannya akan lebih mudah menyelesaikan konflik. Jika sifat keras kepala dan egois slalu di tunjukkan oleh kedua pasangan, niscaya jalan tengah untuk berpisah selalu di temui oleh pasangan model ini. Dengan seorang yang pemaaf dan sabar, hubungan bisa terjalin lebih lama.

Mengurangi Rasa Sakit
Sebuah study kecil kepada orang yang mengalami penyakit punggung kronis menemukan, berlatih pengendalian amarah lebih efektif mengurangi rasa sakit dan rasa tegang di bandingkan dengan teapi biasa. Itulah mengapa di luar negri banyak sekali muncul biro latihan pengendalian amarah. Amarah adalah hal dasar yang bisa membuat orang berbuat negative dan mengganggu kesehatan .

Lebih Bahagia
Ketika anda memaarfkan seseorang, anda membuat diri anda sendiri lebih bahagia di banding diri orang yang tidak mau memaafkan. Sebuah survey pernah di lakukan untuk mempertanggungjawabkan opini di atas. Survey menunjukkan orang yang membicarakan tentang maaf memaafkan selama sesi psikoterapi lebih menghasilkan perasaam bahagia di banding mereka yang tidak.
Jika kelima alasan di atas tidak bisa di tampik, rasanya kita hendaknya mencoba.  



TAUSIYAH

JIWA & HARTANYA DIBELI DENGAN SORGA
Oleh;Drs.H.Gufron Prayitno Syam,MSi

Betulkah Allah swt. akan membeli jiwa dan harta seseorang dengan surganya,? Pertanyaan ini muncul didasarkan atas Firman Allah swt “ Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin, diri  dan harta mereka dengan memberikan sorga untuk mereka” (Q.s Attaubah ayat 111) Dan Allah selalu menepati janjinya, sehingga jual beli itu pasti terjadi
Pertanyaan selanjutnya adalah siapakah yang jiwa dan hartanya akan dibeli oleh Allah dengan surge? Jawabnya adalah Orang mukmin yaitu; orang yang percaya kepada Allah, tidak menyekutukannya, percaya adanya hari pembalasan, bahwa Allah akan membalas kebaikan dengan kebaiikan, walaupun kebaiikan itu seberat atom, demikian pula sebaliknya Allah akan membalas kejahatan seseorang dengan siksa api neraka, walupun itu hanya seberat atom, disinilah Allah akan membuktikan kemaha adilannya.
Apa itu kebajikan? Allah swt berfirman : “.akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta, dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat ; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah yang benar-benar (imannya) dan mereka itulah orang-orang yang bertaqwa.” (Q.s.Albaqoroh ayat 177)
Sebentar lagi akan memasuki bulan Dzul Hijjah 1431 H. yang didalamnya ada peristiwa besar oleh Allah swt diabadikan menjadi Ibadah Haji, Idul Adha yang lebih popular dikalangan muslim Indonesia dengan sebutan bulan haji, hari raya qurban dsb. Hal ini mengingatkan terhadap pengurbanan Nabiyullah Ibrahim As. untuk mentaati perintah Allah Swt. Beliau mendapat wahyu harus menyembelih anaknya yang sangat dicintai Nabi Ismail As.
Ini merupakan suritauladan, betapa berat ujian bagi seorang mukmin yang akan mendapatkan surge sebagai imbalannya, ia harus mampu menghadapi bujukan rayuan syaithan yang tidak henti-hentinya menggoda, agar perintah perintah Allah swt tidak ditaati, syaithan musuh bebuyutan Nabi Adam As. hingga anak cucu keturunannya, syetan selalu mengajak kemaksiatan dan kemungkaran, serta menghalang-halangi agar Adam beserta anak cucu keturunannya tidak melakukan kebaikan dan mentaati perintah Tuhan.
Hal ini disimbolkan dalam ibadah haji dengan melempar jumrah, tidak hanya sekali atau dua kali, tapi sampai 70 kali bagi yang nafar tsani dan 49 bagi yang nafar awwal.Untuk itu waspadalah terhadap bujukan syetan kita harus selalu tafakur dan minta hidayah dan inayah Allah agar selamat dari bujukan sethan. Insya Allah bila kita mampu mengantisipasi bujukan dan rayuan syithan, akan merasa ringan untuk berkorban dengan jiwa dan harta untuk memperoleh sorga Allah SWT Amin.


TAUSIYAH

HIDUP SEHAT BERSAMA ZIS  (Zakat, Infaq dan Shodaqoh)
Oleh : Lutfi Hadi Aminuddin, MAg
Zakat, infaq dan shadaqah memiliki fadhilah dan faedah yang sangat banyak, salah satunya,sebagai obat bagi berbagai macam penyakit baik penyakit jasmani maupun rohani. Rasulullah SAW,bersabda:"Obatilah orang-orang yang sakit diantaramu dengan shadaqah”.
Dalam sebuah buku yang berjudul Washfah ‘Ilajiyyah Tuzilul Kaffat Amradl bil kulliyah yang ditulis oleh Sulaiman Abdul Karim al-Mufarraj, disebutkan:
1. Dikisahkan bahwa Abdullah bin Mubarak pernah ditanya oleh seorang laki-laki tentang penyakit yang menimpa lututnya semenjak tujuh tahun. Ia telah mengobati lututnya dengan berbagai macam obat. Ia telah bertanya pada para tabib, namun tidak menghasilkan apa-apa Ibnul Mubarak pun berkata kepadanya, "Pergilah dan galilah sumur, karena manusia sedang membutuhkan air. Saya berharap akan ada mata air dalam sumur yang engkau gali dan dapat menyembuhkan sakit di lututmu. Laki-laki itu lalu menggali sumur dan ia pun sembuh
2. Ada seseorang bercerita: "Anak perempuan saya yang masih kecil tertimpa penyakit ditenggorokannya. Saya membawanya ke beberapa rumah sakit. Saya menceritakan penyakitnya kepada banyak dokter, namun tidak ada hasilnya. Dia belum juga sembuh, bahkan sakitnya tambah  parah. Hampir saja saya ikut jatuh sakit karena sakit anak perempuan saya yang mengundang iba semua keluarga. Akhirnya dokter memberinya suntikan untuk mengurangi rasa sakit, hingga kami putus asa dari semuanya kecuali dari rahmat Allah. Hal itu berlangsung sampai datangnya sebuah harapan dan dibukanya pintu kelapangan.
Seorang shalih menghubungi saya dan menyampaikan sebuah hadits Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, "Obatilah orang sakit diantara kalian dengan sedekah". Saya berkata, "Saya telah banyak bersedekah". Ia pun menjawab, "Bersedekahlah kali ini dengan niat untuk kesembuhan anak perempuanmu". Sayapun mengeluarkan sedekah sekedarnya untuk seorang fakir, namun tidak ada perubahan. Saya kemudian mengabarinya dan ia berkata, "Engkau adalah seorang yang banyak mendapatkan nikmat dan karunia dari Allah, hendaknya engkau bersedekah sebanding dengan banyaknya hartamu". Sayapun pergi pada kesempatan kedua, saya penuhi isi mobil saya dengan beras, ayam dan bahan-bahan sembako dan makanan lainnya dengan menghabiskan uang yang cukup banyak. Saya lalu membagikannya kepada orang-orang yang membutuhkan dan mereka senang dengan sedekah saya. Demi Allah saya tidak pernah menyangka bahwa setelah saya mengeluarkan sedekah itu anak saya tidak perlu disuntik lagi, anak saya sembuh total walhamdulillah. Saya yakin bahwa faktor (yang menjadi sebab) paling besar yang dapat menyembuhkan penyakit adalah sedekah. Sekarang sudah berlalu tiga tahun, ia tidak merasakan penyakit apapun. Semenjak itu saya banyak mengeluarkan sedekah khususnya berupa wakaf. Setiap saat saya merasakan hidup penuh kenikmatan, keberkahan, dan sehat sejahtera baik pada diri pribadi maupun keluarga saya. (sumber: www.islamhouse.com)



TAUSIYAH
ZAKAT DAN PENGENTASAN KEMISKINAN
Oleh: Muhamad Asvin Abdur Rohman, M.Pd.I
Salah satu solusi efektif membangun umat dalam arti mengentaskan kemiskinan dan kebodohan adalah dengan memberdayakan zakat sebagai salah satu potensi umat Islam yang harus dikembangkan secara maksimal, baik zakat fitrah maupun zakat harta. Zakat dari sisi ajaran, merupakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh setiap muslim baik yang sudah dewasa maupun anak-anak. Dari sisi lain, zakat juga merupakan aset umat yang secara periodik dikeluarkan. Sebagai implikasi dari kewajiban itu, terkumpullah harta dan benda dalam jumlah yang sangat besar dan diperuntukkan bagi lapisan masyarakat yang berhak menerimanya. Dari sini zakat mengemban misi membangun tatanan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang seimbang. Zakat bertujuan memelihara denyut napas kesejahteraan yang adil bagi setiap individu. Secara fungsional, ia juga mengatasi kemiskinan, mencairkan kesenjangan sosial antara kaum kaya (the have) dan kaum yang tidak mampu (the poor). Karena itu, zakat juga dinyatakan sebagai ibadah maliyah yang berdampak positif dalam membebaskan kelemahan umat.
Semangat membebaskan umat dari berbagai kelemahan,menjadi salah satu misi Islam. Ketika pertama kali lahir,Islam membebaskan umat dari keterbelakangan,moral,sosial dan pengetahuan. Dalam kewajiban zakat juga terkandung semangat membebaskan kelemahan dan kesenjangan. Karena alasan inilah,muncul  wacana pengentasan kemiskinan dihubungkan dengan zakat sebagai alternatif pemecahannya,ini sangat rasional dan argumentative  .
Banyak ayat Alquran menjelaskan agar kekayaan itu bisa berputar dalam semangat kebersamaan dan keadilan.misalnya,Alquran mengingatkan agar kekayaan tidak hanya berputar ditangan kelompok orang-orang kaya saja Q.S.al-Hasyr ayat 7: ”Apa saja harta rampasaan (fa’i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya yang berasal dari penduduk kota-kota, maka adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anakyatim,orang-orang miskin dan orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu…”. Alquran juga memberikan perhatian agar kita harus berbagi dengan  masyarakat yang belum hidup wajar, Q.S. al-Ma’un ayat1-2;Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama?. Itulah orang yang menghardik anak yatim. Dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin”.
Demikian juga Al-quran memerintahkan untuk memperhatikan orang-orang yang tertindas dalam kelaparan dan ketakutan Q.S Al-Quraisy ayat 4 “Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari kelaparan”. Dengan demikian,zakat juga  mengajarkan peningkatan kualitas sumber daya umat. Sebab,umat yang berkualitas adalah yang terbebas dari ketertindasan baik fisik maupun mental,seperti kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan. Itulah sebabnya,pengentasan kemiskinan,selain ditempuh melalui bantuan yang bersifat konsumtif,juga perbaikan aspek produktif lainnya,seperti perbaikan layanan kesehatan, pembinaan kreativitas kewirausahaan dan kesiapan mental,peningkatan kualitas pendidikan, dsb
Jika zakat kemudian dinilai berkaitan dengan upaya membangun kualitas sumber daya manusia; karena ia merupakan asset yang tumbuh dan berkembang dimasyarakat, lebih-lebih pada masyarakat yang memiliki tingkat religiusitas yang tinggi; karena zakat merupakan salah satu perintah agama; karena ia menjadi rukun ketiga yang didirikan dalam membangun Islam. Tidak hanya dari sisi untuk kemapanan kebutuhan hidup yang bersifat ekonomis, tetapi lebih dari itu, zakat juga diharapkan dapat berfungsi untuk menciptakan sumber daya manusia yang siap pakai. Tentunya dengan cara memberdayakan zakat, infak, dan shadaqah kepada lembaga pendidikan dan yang terkait dengannya. Semoga.. Wallahu ‘a’lam bi Showab.




TAUSIYAH

 Praktek Perbankan Konvensional dan Syariah
Oleh. Arief Muhaimin, ST


        Sejak tahun 1995, di Indonesia telah beroperasi 2 sistem perbankan yakni Bank Umum (baca: konvensional) dan Bank Syariah. Perbedaan yang mendasar antara bank syariah dengan bank konvensional, antara lain :
1 .Perbedaan Falsafah
Bank Syariah tidak melaksanakan sistem bunga (Interest) dalam seluruh aktivitasnya sedangkan Bank Kovensional justru kebalikannya. Hal inilah yang menjadi perbedaan yang sangat mendalam terhadap produk-produk yang dikembangkan oleh Bank Syariah, dimana untuk menghindari sistem bunga maka sistem yang dikembangkan adalah jual beli serta kemitraan yang dilaksanakan dalam bentuk bagi hasil. Dengan demikian sebenarnya semua jenis transaksi perniagaan melalui bank syariah diperbolehkan asalkan tidak mengandung unsur bunga (riba). Riba secara sederhana berarti sistem bunga berbunga atau compound interest dalam semua prosesnya
2. Konsep Pengelolaan Dana Nasabah.
Dalam sistem bank syariah dana nasabah dikelola dalam bentuk titipan maupun investasi. Cara titipan dan investasi jelas berbeda dengan deposito pada bank konvensional dimana deposito merupakan upaya membungakan uang. Konsep dana titipan berarti kapan saja si nasabah membutuhkan, maka bank syariah harus dapat memenuhinya, akibatnya dana titipan menjadi sangat likuid. Likuiditas yang tinggi inilah membuat dana titipan kurang memenuhi syarat suatu investasi yang membutuhkan pengendapan dana. Karena pengendapan dananya tidak lama alias cuma titipan maka bank boleh saja tidak memberikan imbal hasil. Sedangkan jika dana nasabah tersebut diinvestasikan, maka karena konsep investasi adalah usaha yang menanggung risiko, artinya setiap kesempatan untuk memperoleh keuntungan dari usaha yang dilaksanakan, didalamnya terdapat pula risiko untuk menerima kerugian, maka antara nasabah dan banknya sama-sama saling berbagi baik keuntungan maupun risiko.
 Bagaimana Nasabah Mendapat Keuntungan
Bentuk imbalan terhadap nasabah, bank konvensional membayar bunga kepada nasabahnya, maka bank syariah membayar bagi hasil keuntungan sesuai dengan kesepakatan. Kesepakatan bagi hasil ini ditetapkan dengan suatu angka ratio bagi hasil atau nisbah. Nisbah antara bank dengan nasabahnya ditentukan di awal, misalnya ditentukan porsi masing-masing pihak 60:40, yang berarti atas hasil usaha yang diperolah akan didisitribusikan sebesar 60% bagi nasabah dan 40% bagi bank.


TAUSIYAH
Memaknai Maulid Nabi
Oleh. Drs.H.Usman Yudi, MPdI
Mulid Nabi adalah peringatan hari lahir nabi Muhammad SAW. Peringatan  maulid nabi merupakan tradisi yang berkembang di masyarakat Islam jauh setelah nabi Muhammad wafat. Secara substansi peringatan ini adalah ekspresi kegembiraan dan penghormatan kepada Nabi Muhammad SAW. Peringatan maulid nabi  pertama kali diperkenalkan oleh Abu Said Al-Qokburi, seorang gubernur Irbil di Irak pada masa pemerintahan sultan Salahuddin Al-Ayyubi (1138 -1193). Ada pula yang berpendapat idenya justru berasal dari Sultan sendiri. Tujuannya adalah untuk membangkitkan kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW serta meningkatkan semangat juang kaum muslimin saat itu. yang  sedang terlibat dalam perang salib melawan pasukan Kristen Eropa dalam upaya memperebutkan kota Yerussalem dan sekitarnya.
Setiap tahun pada bulan rabiul awal kaum muslimin memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW, sesuatu yang tidak pernah dilakukan oleh Nabi sendiri dan para sahabat beliau. Memperingati maulid Nabi Muhammad SAW ini bertujuan  untuk menghormati beliau  sebagai manusia agung yang diangkat sebagai nabi dan rasul yang telah diberi wahyu, beliau adalah pembawa risalah sekaligus rahmat bagi sekalian alam. Karena itu kelahirannya sangat layak diperingati. Peringatan maulid nabi tidak lain merupakan sikap pengagungan dan penghormatan (ta’dziman wan takriman) terhadap beliau dalam kapasitasnya sebagai nabi dan rasul. Secara subtansial, peringatan Maulid Nabi adalah sebagai bentuk upaya untuk mengenal akan keteladanan nabi Muhammad sebagai pembawa ajaran agama Islam. Tercatat dalam sepanjang sejarah kehidupan, bahwa nabi Muhammad adalah pemimipn besar yang sangat luar biasa dalam memberikan teladan agung bagi umatnya.
Dalam konteks ini, Maulid harus diartikulasikan sebagai salah satu upaya transformasi diri atas kesalehan umat. Yakni, sebagai semangat baru untuk membangun nilai-nilai luhur dalam diri kita masing masing agar tercipta masyarakat madani (Civil Society) yang merupakan bagian dari demokrasi seperti toleransi, transparansi, anti kekerasan, kesetaraan gender, cinta lingkungan, pluralisme, keadilan sosial, dan humanisme.Muhamammad yang kita peringati kelahirannya tiap tahun ini bisa kita lihat dari dua dimensi: Pertama sebagai sosok nabi dan rasul, beliau adalah manusia yang agung dan sakral karena beliau adalah utusan Allah, sebagai wakil Allah di dunia yang bertugas menyampaikan  wahyu Allah untuk seluruh manusia .Kedua Sebagai Sosok Pemimpin. Beliau adalah pemimpin yang adil, egaliter, toleran, humanis, serta non- diskriminatif dan hegemonik yang mampu merubah tatanan masyarakat sosial Arab saat itu menjadi tentram dan sejahtera.
Sudah saatnya bagi kita untuk memulai memahami dan  memperingati maulid nabi secara lebih mendalam dan mendasar, sehingga kita tidak hanya memahami dan memperingatinya sebatas sebagai hari kelahiran sosok nabi dan rasul terakhir yang  penuh dengan rangkaian ritual-ritual keislaman semata, namun memaknainya dan menjadikannya sebagai kelahiran sosok pemimpin. Semoga.


TAUSIYAH
HANYA ALLAH SANG PENYEMBUH
Oleh; DR. HM. Suyudi, MAg
(Bagian Pertama)
Tidak terhitung jumlahnya orang yang mempercayai bahwa dokter dan obatlah yang bisa menyembuhkan penyakit. Bahkan, tidak sedikit orang yang fanatik berobat hanya ke dokter tertentu, karena mereka meyakini dokter tersebutlah yang bisa mengobati penyakitnya. Mereka rela antre berjam-jam hanya agar bisa berobat kepada dokter tersebut. Sebaiknya, kalau dokter tersebut tidak masuk, mereka lebih memilih batal berobat diklinik atau rumah sakit tersebut. Banyak orang yang percaya bahwa obat tertentu sangat manjur dan menyembuhkan, sekalipun harganya sangat mahal tetap di beli. Padahal pengobatan itu bisa dimulai dari diri sendiri dan dengan biaya yang murah.
Begitulah fakta dan fenomena yang terjadi dimasyarakat. Mereka cenderung “mendewakan” dokter dan “menuhankan” obat-obatan. Padahal, berapa banyak dokter ahli jantung yang justru terkena penyakit jantung? Berapa banyak dokter ahli ginjal yang justru terkena penyakit ginjal? Berapa banyak dokter ahli yang dirinya, suami/istrinya, atau anak-anaknya terkena penyakit yang merupakan keahliannya sebagai dokter? Berapa banyak anak dokter yang meninggal dunia karena suatu penyakit, padahal fasilitas pengobatannya begitu lengkap, dan ayahnya telah berhasil menyembuhkan ratusan atau ribuan pasien? Sebaliknya, ada orang sakit parah yang proses pengobatannya sederhana saja, namun bisa sembuh. Ada orang yang divonis oleh dokter umurnya hanya tinggal tiga bulan lagi, namun ternyata bisa sembuh dan 30 tahun kemudian masih hidup.
Kenyataan ini menunjukkan bahwa sesungguhnya bukanlah dokter dan obat-obatan yang menyembuhkan suatu penyakit. Ada Dzat Yang Mahakuasa dan Maha Penyembuh. Dialah Allah SWT. Dokter hanyalah alat atau perantara untuk kesembuhan sang pasien. Allah berfirman dalam al Quran surah Assyu’araa ayat 80 Artinya : “ Dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan Aku,” 
Secara bahasa “yasfin” berarti menyembukan aku. Subyek dari kata ini adalah Allah. Dengan demikian, term di atas maknanya adalah Allah yang menyembuhkan aku. Ini merupakan isyarat bahwa yang memberikan kesembuhan itu adalah Allah. Selain itu, ungkapan ini juga merupakan isyarat bahwa sumber segala anugerah adalah Allah. Indikasi sakit, sembuh dan sehat dalam bahasa Al Quran, secara berurutan dapat didasarkan pada kata Al Maradl, As Syifa’. Kata maradl dan syifa’ secara berdampingan seperti diungkapkan dalam QS.Al-Syu’ara’ ayat 80 di atas. Apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan aku. Menurut Ali Ashubuni dalam shofwatut Tafasir, Pada ayat ini tampak dengan jelas bahwa term sakit-maradl disandarkan kepada manusia, sedangkan syifa’ maupun kesembuhan yang diberikan kepada manusia disandarkan pada Allah SWT. Kandungan makna demikian ini juga mengantarkan pada sebuah pemahaman bahwa setiap ada penyakit pasti ada obatnya, dan apabila obatnya itu sesuai penyakitnya akan memperoleh kesembuhan, dan kesembuhannya itu adalah izin dari Allah SWT.


TAUSIYAH
HANYA ALLAH SANG PENYEMBUH
Oleh; DR. HM. Suyudi, MAg
(Bagian Kedua Habis)
 Hal senada diungkapkan Jamaluddin al Qasimi dalam tafsirnya menguraikan bahwa ayat ini menggambarkan tata susila seorang hamba Allah kepada Penciptanya. Kata as Syifa’ disandarkan kepada Allah dan yang berhak menyembuhkan penyakit hanya Allah semata. Sedang al Maradl didasarkan kepada manusia karena disebabkan dosa-dosa telah melanggar norma-norma kesehatan yang telah ditentukan Allah SWT.
Dengan demikian bagi muslim yang beriman, ayat di atas sangatlah jelas bahwa kesembuhan datangnya hanya dari Allah. Meski sudah berperilaku sehat, apabila Allah menghendaki ia sakit maka seseorang akan menderita kesakitan. Apabila sesorang ditakdirkan oleh Allah untuk sehat maka sehatlah ia.
Pendapat-pendapat di atas diperkuat Hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Jabir dari Nabi SAW bersabda: Setiap penyakit pasti ada obatnya, apabila obatnya digunakan untuk mengobatinya, maka dapat memperoleh kesembuhan atas izin Allah SWT ( HR Muslim ). Bahkan Allah SWT tidak akan menurunkan penyakit kecuali juga menurunkan obatnya, sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA dari Nabi SAW bersabda: Allah SWT tidak menurunkan sakit, kecuali juga menurunkan obatnya ( HR Bukhari ). Juga diperkuat ayat-ayat lain dalam Al Quran seperti kisah tentang Nabi Ayub yang ditimpa serangan penyakit pada hampir seluruh organ tubuhnya. Bagian tubuh yang tersisa dari serangan penyakit ketika itu adalah lidah dan hatinya. Pada saat terkena apenyakit, Nabi Ayub pun kehilangan anak-anaknya dan harta benda yang dimilikinya sehingga menambah berat penderitaannya. Dengan lidah dan hati yang tersisa, seakan Allah SWT memberi jalan kepada Nabi Ayub untuk berzikir dengan lidahnya dan berdoa dalam hati memohon doa agar diridoi untuk hidup sehat kembali. Akhirnya, dikisahkan Nabi Ayub pun sembuh seperti sediakala dan harta beserta keluarganya kembali.
Kisah Nabi Ayub dalam Al Quran terdapat pada Surah Al Anbiyaa’ [21]: 83-84,
Artinya : “Dan (ingatlah kisah) Ayub, ketika ia menyeru Tuhannya: (Ya Tuhanku), Sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan yang Maha Penyayang di antara semua Penyayang, Maka Kamipun memperkenankan seruannya itu, lalu Kami lenyapkan penyakit yang ada padanya dan kami kembalikan keluarganya kepadanya, dan Kami lipat gandakan bilangan mereka, sebagai suatu rahmat dari sisi Kami dan untuk menjadi peringatan bagi semua yang menyembah Allah”.
Perlu ditegaskan bahwa penyembuhan yang dimaksud bukan berarti upaya manusia untuk memperoleh kesembuhan tidak diperlukan lagi. Dalam masalah ini, banyak hadist Nabi Muhammad yang menganjurkan umatnya untuk berobat agar sembuh dari penyakit yang dideritanya. Ungkapan pada ayat di atas dimaksudkan untuk menyatakan bahwa sebab dari segala sebab adalah Allah SWT.Rasulullah SAW bersabda.Artinya: hadastana Husain hadastana Ahmad bin Munii’ hadastana Marwan bin Syujaa’ hadastana Salim al Afthos dari Sa’id bin Jubair dari Ibnu Abbas RA. Berkata : “Obat/kesembuhan itu (antara lain) dalam tiga (cara pengobatan): minum madu, berbekam dan dengan kay, namun aku melarang umatku dari kay (besi panas)”. Rasululah Shallallahu ’alaihi wa sallam juga bersabda: “Obat/ kesembuhan itu (antara lain) dalam tiga (cara pengobatan): minum madu, berbekam dan dengan kay, namun aku melarang umatku dari kay (besi panas)”(HR. Al-Bukhari no. 5680)


TAUSIYAH
 SHALAT MENCEGAH KEMUNGKARAN
Oleh: Drs.H.Gufron Prayitno Syam,MSi

 Firman Allah Q.S Al Ankabut 45“Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat, sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan”
Dalam tafsir Al Misbah Prof.DR HM,Quraish-shihab menjelaskan bahwa sejatinya substansi shalat adalah mengingat Allah SWT. Dengan selalu mengingat Allah orang akan terpelihara dari kedurhakaan, berbuat dosa dan ketidakwajaran, karena dalam diri orang yang melaksanakan Shalat secara berkesinambungan, khusyu’ sesuai dengan tuntunan Allah dan Rosul-Nya, senantiasa berdizkir kepada-Nya, sehingga ketika akan berbuat mungkar ia ingat bahwa Allah SWT selalu mengetahui apa yang sedang ia kerjakan
Ayat ini memberikan tuntunan bahwa membaca Alquran dengan memahami maknanya orang akan mendapatkan bukti-bukti kebenaran, kisah-kisah, nasehat, tuntunan, serta janji baik dan ancaman, sehingga akan lahir proteksi (pencegahan) bagi yang membacanya, demikian juga dengan Shalat yang merupakan amal terbaik berfungsi menghalangi pelakunya dari kekejian dan kemungkaran.
 Thabathaba’i menjelaskan bahwa shalat adalah amal ibadah yang pelaksanaan nya membuahkan sifat keruhanian dalam diri manusia,sehingga menjadikan hatinya suci dan bersih dari dosa. Oleh karena itu shalat merupakan methode untuk memperoleh potensi keterhindaran dari keburukan, akan tetapi tidak otomatis dengan shalat terhindar dari yang dimaksud. Sangat mungkin potensi yang diharapkan tidak muncul, hal ini disebabkan oleh lemahnya dzikir atau kurangnya penghayatan terhadap arti dzikir kepada-Nya, karena itu semakin kuat dzikir seseorang dan semakin sempurna rasa kehadiran Allah dalam dirinya serta semakin dalam kekhusyu’an dan keihlasannya, maka semakin bertambah pula dampak pencegahan itu.
Dalam hadist dari Imran bin Hushain. r.a ia berkata, Rosulullah SAW ditanya mengenai firman Allah;”Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar”,maka Nabi bersabda “Barang siapa shalatnya tidak dapat menghalanginya dari berbuat keji dan mungkar,maka tidak ada shalat baginya” dan Abu Hurairoh r.a berkata ”Seseorang bercerita kepada Rosulullah SAW bahwa ada orang yang shalat Tahajud pada malam hari dan pagi harinya mencuri”. Beliau bersabda ”Dalam waktu dekat, Shalat itu akan menghentikan dari perbuatannya itu”
Dari uraian diatas dapat dipahami bahwa; Shalat tidak akan terlaksana, kecuali dengan khusyu’ dan kehadiran hati yang ihlas yang selalu dzikir kepada-Nya, semoga Allah SWT melimpahkan taufiq, inayah dan hidayah-Nya amin.



 
TAUSYIYAH

BULAN “BALAPAN” BERAMAL SOLEH.
Oleh; Arief Muhaimin, ST

Hari demi hari silih berganti, tidak terasa sudah memasuki bulan Sya’ban dan sebentar lagi tiba bulan yang dinanti-nantikan; bulan yang selalu dirindukan kedatangannya, bulan di mana Allah SWT, mencurahkan kasih sayang kepada umat-Nya yang beriman dan bulan yang paling mulia dibanding dengan bulan yang lain yaitu bulan suci Ramadhan. “Marhaban Ya Ramadhan”. 
Marilah kita sambut bulan suci Ramadhan dengan gembira, Firman Allah (QS. Yunus {10};58), “Katakanlah: Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan“. Rasulallah SAW suatu hari di akhir bulan Sya’ban bersabda, “Wahai semua manusia, telah datang kepadamu bulan yang agung, penuh keberkahan, didalamnya terdapat satu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Diwajibkan padanya puasa dan dianjurkan untuk menghidupkan malam-malamya. Siapa yang mengerjakan satu kebaikan (sunah) pada bulan ini, seolah-olah ia mengerjakan satu kewajiban dibulan-bulan lain. Siapa yang mengerjakan ibadah wajib seakan-akan mengerjakan tujuh puluh kali kewajiban di bulan-bulan lain“. (Sahih Muslim dari Salman)
Ramadhan adalah bulan yang penuh barakah. pada bulan ini pintu surga dibuka selebar-lebarnya, pintu neraka ditutup serapat-rapatnya dan setan-setan dibelenggu. Dalam bulan ini ada satu malam yang keutamaan beramal di dalamnya lebih baik daripada beramal seribu bulan di bulan lain yaitu malam “Lailatul Qadr” Setiap hari ada malaikat yang menyeru menasehati siapa yang berbuat baik agar bergembira dan yang berbuat ma’siyat agar menahan diri.
Sebelum Hari Raya Idul Fitri (1 syawal) tiba, kita diwajibkan membayar zakat karena zakat merupakan salah satu rukun Islam. Firman Allah QS. Al Ahzab {33) :33, “Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, Hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya”.
Beberapa hikmah zakat adalah; untuk membersihkan dosa, pembersih harta, menghilangkan sifat kikir, sebagai tanda syukur atas nikmat Allah SWT, sebagai penjalin cinta dan kasih sayang antara sikaya dengan simiskin, untuk mencukupi kebutuhan pokok orang-orang miskin, sebagai penyeimbang kesenjangan sosial, dan masih banyak lagi. Sungguh mulia bulan Ramadhan, didalamya penuh kasih sayang Allah SWT, Semoga panjang umur dan dapat melaksanakan Ibadah Puasa dengan penuh amal soleh sehingga menjadi orang yang muttaqin Amin.    




TAUSYIYAH
 PUASA DALAM KONTEKS AL-QUR'AN
Oleh: Muhamad Asvin Abdur Rohman, M.Pd.I
Kata صوم , dengan berbagai bentuk derivasinya didalam al-Qur'an diulang sebanyak 14 kali yang terdapat didalam enam surat, yaitu surat al-Baqarah tujuh kali (ayat:183,184,185,187,196), al-Nisâ' satu kali (ayat:92), al-Mâidah dua kali (ayat:89,95), Maryam satu kali (ayat:26), al-Ahzâb dua kali (ayat:35) dan al-Mujâdilah satu kali (ayat:4). Dari jumlah tersebut 12 kali berbentuk ism (nomina) dan dua kali berbentuk fi'il (verbal).
Dari segi penunjukannya, sebanyak lima kali  kata صوم digunakan untuk menjelaskan dalil dan tatacara pelaksanaannya (Q.S. Al-Baqarah:183-185,187), tiga kali dijadikan fidyah dan dam dalam haji (Al-Baqarah:196,al-Mâidah:95), tiga kali dijadikan kafarat pembunuhan ûAl-Nisâ':92, kafarat sumpah (Al-Mâidah:89) dan kafarat dzihâr (Al-Mujâdilah:4), satu kali dikonekskan dengan nazar (Q.S. Maryam:26) dan dua kali menunjuk pelaku/si puasa baik laki laki maupun perempuan (Q.S. Al-Ahzâb:35). Puasa yang dijadikan sebagai ganti atau tebusan maupun denda, biasanya dalam posisi alternative setelah tuntutan yang sebelumnya tidak dapat dipenuhi karena suatu hal. Kecuali hanya dalam masalah fidyah atau dam haji yang menempati posisi/alternative pertama.
Dari data di atas, jika dilihat dari aspek historis (tasyrî'), kajian puasa dalam konteks ini diawali pada surat Al-Baqarah (183).
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ .
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,
Kata yâ ayyuhalladzîna âmanû yang dijadikan seruan dalam ayat tersebut mengisyaratkan bahwa ajakan tersebut secara mesra, karena menyangkut dengan jiwa. Kata îman dalam seruan tersebut tidak dikaitkan dengan kualitas maupun kuantitasnya. Dalam hal ini al-Qur'an dalam menyapa manusia sebagai makhluk yang mempunyai jiwa dan perasaan selalu mengedepankan sikap persuasive. Maka orang  yang memiliki iman seberat apapun semua diseur oleh al-Qur'an.
Dalam menjelaskan kewajiban puasa, pewajibnya tidak disebut secara jelas yang hanya menggunakan redaksi pasif (kuiba). Hal ini mengisyaratkan bahwa; 1) orang yang diseru dianggap telah memiliki kepekaan jiwa sehingga kehadiran si pewajib kurang menjadi penting. 2) dari redaksi tersebut yang menonjol adalah masalah yang diwajibkan yaitu puasa, sehingga seolah-olah hal tersebut merupakan kebutuhan manusia, mereka tidak banyak mempersoalkan si pewajibnya, bahkan seandainya tidak diwajibkan niscaya manusia akan mencari dan melakukannya. 3) dengan modal iman yang ada pada yang diseru, maka mereka telah yakin bahwa pewajibnya adalah Tuhan yang selama ini telah mereka imani. Oleh karena itu yang dinanti dan harus dipahami oleh manusia adalah apa yang harus ditahan dari diri mereka itu (الصيام).
Manusia sebagai makhluk sosial, dalam interaksi sosialnya "menahan diri" adalah sesuatu yang mutlak diperlukan. Hal ini karena gesekan sesama dalam kehidupan manusia sulit untuk dihindarkan. Oleh karena itu sulit dibayangkan,jika para pengemudi kepentingan tidak mau saling mengendalikan kepentingannya dengan menghormati kepentingan orang lain. Keruwetan, kesemra wutan dan kehancuran kehidupan akan sulit dihindarkan.
Maka ibadah puasa merupakan simbul dan sarana pengendalian diri, bukan hal yang asing dalam kehidupan manusia, bukan hanya ummat Muhammad, tetapi juga telah dikenal pada generasi umat terdahulu. Maka semakin peradaban manusia mengalami kemajuan,benturan semakin sulit untuk dihindarkan, dan semakin orgen ibadah puasa untuk dilakukan sesuai dengan visi dan misinya. Semoga dengan puasa kita mampu menahan diri agar kehidupan ini terasa damai.. wallahu a'alam bisshowab..